Para manajer personalia seringkali menghadapi kesulitan ketika merekrut pegawai baru. Para pelamar itu umumnya tidak mengenal secara persis kemampuan dirinya dan tidak mampu menyampaikan secara jernih apa saja yang menjadi kelebihannya. Kadangkala ada yang terlalu rendah diri, sehingga tidak kelihatan ia memiliki kemampuan memadai.
Namun sebaliknya ada pula yang berlebihan dalam mempresentasikan dirinya, sehingga kelihatan terlalu pandai dari kemampuan sesungguhnya. Keduanya sama-sama menimbulkan kekaburan pada diri penyeleksi. Ini tentunya menyulitkan para manajer tadi. Karena kalau mereka mendapat gambaran yang salah, sangat besar kemungkinan bagi perusahaan untuk mendapat karyawan yang kurang mampu dalam pekerjaannya. Tentu saja kenyataan semacam ini akan sangat merugikan, karena perusahaan harus mengeluarkan dana lagi untuk pelatihan, atau kalau kemampuan karyawan itu tidak bisa juga ditingkatkan, mungkin ia terpaksa dikeluarkan. Pasti yang demikian ini akan menimbulkan pemborosan, karena untuk beberapa waktu perusahaan tersebut memperkerjakan karyawan yang tidak produktif.
Satu contoh baik tentang mengenal kemampuan diri sendiri bisa kita lihat pada diri Nabi Yusuf. Sesudah dibebaskan oleh pembesar Aziz, suami Zulaekha, wanita penggoda iman Yusuf, Yusuf melihat kondisi negeri Mesir yang tengah ditimpa krisis ekonomi akibat kemarau panjang. Ia menawarkan diri untuk menjadi pejabat bendahara negara untuk menyelamatkan negeri itu dari krisis. Hal itu terungkap dalam Al-Qur'an, Surat Yusuf ayat 55, yang artinya: "Jadikanlah aku bendahara negeri (Mesir), sesungguhnya aku sanggup memelihara lagi cukup mengetahui." Sombongkah sikap semacam ini? Rasanya tidak. Yusuf sadar benar dengan kompetensi dirinya dan ia sanggup mengatasi krisis. Ia memang dikenal cerdas dan cakap dalam menangani urusan umat. Atau kalau dalam bahasa sekarang, Yusuf memang memiliki kemampuan tinggi dalam hal manajerial. Keyakinan dirinya untuk sanggup mengatasi masalah ekonomi yang sedang di Mesir saat itu, didasari dengan sikap tanggung jawab dan tentu saja keberanian mengambil resiko.
Yusuf memang memiliki ambisi, yakni ambisi untuk menjadi pemimpin yang baik. Tentu saja ambisi semacam itu baik-baik saja, sepanjang didasari kompetensi yang cukup. Ia memang memiliki ilmu manajemen dan keuangan yang tinggi, dilandasi sikap jujur, tidak tergoda kekayaan yang melimpah dan dapat dipercaya. Keahlian dan kepribadian inilah yang ia jadikan jaminan untuk menduduki posisi yang tinggi, bukan koneksi dan juga bukan kolusi. Tak mudah memang memiliki sikap semacam itu. Seseorang harus punya ketabahan dan ketegaran yang memadai. Yusuf memang memiliki semua itu, dan sudah teruji. Ia dilempar saudaranya ke dalam sumur, dijebloskan ke penjara karena difitnah Zulaekha, semuanya dijalani dengan tabah dan tegar. Semoga kita bisa meneladani ketegaran dan ketabahan Yusuf ini.
sumber: internet
0 comments:
Post a Comment